Jumat, 09 Oktober 2015

Cerita Tentang Membaca dan Menulis

Waktu itu saya kelas enam sekolah dasar, sebuah sekolah negeri di kelurahan Kebon Kosong. Kelas saya bersebelahan dengan perpustakaan kecil yang sebenarnya bergabung dengan ruangan kepala sekolah. Perpustakaan kecil itu memiliki buku cerita rakyat berbagai daerah di Indonesia. Saat istirahat atau saat guru kelas kami tak ada biasanya saya meluncur ke perpustakaan.

Saya juga biasa meminjam untuk dibawa pulang ke rumah, beberapa ada yang belum saya kembalikan, saat menyadari hal itu saat saya sudah lulus dari sekolah itu. Perpustakaan kecil itu menyumbang banyak pada kebiasaan saya membaca. Saya jadi tahu cerita Sangkuriang, Malin Kundang dan Lutung Kasarung. Bahkan saya kecil yang tak suka makan durian, bisa tahu jika mabuk durian maka minumlah air yang ditaruh di kulit durian. Hal itu saya dapatkan dari buku cerita tentang petani durian di Jambi.

Ternyata saya kecil sudah suka membaca. Namun, saya kecil juga sudah dipaksa mencintai matematika. Bukan dipaksa sebenarnya, ayah saya lebih sering memberi saya banyak latihan soal matematika atau kalau dia menceritakan sesuatu pun bentuk soal cerita matematika untuk mengasah logika saya, bukan buku-buku cerita. Jika dianalogikan, pada matematika saya jatuh cinta karena terbiasa tapi pada membaca saya jatuh cinta pada pandangan pertama.

Kemudian..

Saat saya di bangku sekolah menengah, saya mengenal apa itu buku diary. Aktivitas membaca hanya saya dapat dari novel pinjaman. Jarang sekali saya membaca pada masa itu. Saya lalu mengenal menulis, lewat buku diary itu saya suka menulis. Menulis hal-hal aneh tentang rasa suka, sahabat atau kegiatan sehari-hari yang saya kerjakan.

Saya ini orang yang agak rumit, bahkan saya sendiri saja tidak paham diri saya. Kerumitan ini yang membuat saya tidak mudah menceritakan isi kepala dan hati kepada orang lain. Dalam keluarga dan pertemanan mungkin saya yang jarang bercerita hal pribadi.

Saya terus menulis diary bahkan sampai saya kuliah, aktivitas ini menyenangkan buat saya karena saya bisa mengeluarkan isi kepala dan hati bukan pada orang lain melainkan sebuah buku. Buku diary itu paling setia yang tak pernah membeberkan rahasia.

Pernah suatu hari kakak saya menelpon, saat itu saya sudah nun jauh merantau dari rumah. Kakak saya membereskan kamar saya lalu menemukan sebuah buku diary dan membacanya. Ya, dia membaca buku diary saya yang dengan cerobohnya lupa saya musnahkan dari rumah sebelum saya pergi. Kali ini buku diary tak lagi setia, dia menelenjangi semua rahasia.

Bukan meledek justru kakak saya heran, bukan dengan isi tulisannya tapi dengan bagaimana saya menulis. Saya bahkan sudah lupa buku diary mana yang dia temukan, apalagi tulisannya. Dia bilang, "teruslah menulis, saya suka tulisanmu". Sejak saat itu lebih semangat menulis.

Saya berhenti menulis buku diary, saya membuat blog saat saya tingkat akhir kuliah. Saya masih menulis seperti saya menulis diary, kadang saya publish untuk diposting tapi kadang hanya tersimpan di draft saja. Tulisan di blog ini seperti metamorfosa dari tahun ke tahun, dari kedewasaan saya, dari cara menulis. Kadang saya tersenyum geli melihat postingan saya di tahun-tahun lalu.

Menulis buat saya itu adalah mengobati, ada hal yang sulit saya bagi pada orang lain maka saya tulis lewat kata. Ketika saya sedih, bahagia dan hal-hal lain yang saya anggap menarik selalu saya ingin tulis. Bahkan, saya bisa tahu bahwa saya benar-benar mencintai laki-laki kalau saya mampu menuliskan sesuatu tentangnya.

Jika menulis itu mengobati maka membaca adalah obatnya. Dua hal yang tak terpisahkan, membaca dan menulis. Jika kamu suka menulis maka sudah pasti kamu harus suka membaca juga.

Jadi, ini tahun keempat usia blog ini. Entah kapan saya akan berhenti menulis di blog seperti saya berhenti menulis diary kemudian berganti media, atau bahkan saya berhenti menulis. Entah. 

Terima kasih kepada siapa saja yang menyempatkan membaca blog ini. Anggap ini adalah anniversary blog ini yang keempat hehe..

Panjang juga ya, postingannya :)


Salam,
Tristy