Kamis, 19 Maret 2015

Beda Masa, Beda Pemahaman

Malam-malam saya beresin kost, siapin bahan masakan buat sarapan besok dan bersih-bersih kamar. Malam ini udah jam 21.00 WITA, orang-orang mah lagi tiduran sambil nonton TV eh ini saya malah beresin kamar. Akibat sore tadi pulang kantor ketiduran, jadilah sampai malam begini belum selesai urusan. Padahal sendirian juga di kost, kalau mau diabaikan, udahlah besok aja dikerjainya.

Tapi, nggak bisa euy ! Kepikiran kalau ruangan belum bersih, rapih dan besok belum siap masak itu nggak enak. Pokoknya harusnya dikerjain sekarang, walau udah malam sekalipun.

Kejadian itu buat saya keingetan sama ibu saya, beliau itu ibu rumah tangga sejati yang meninggalkan pekerjaannya sejak menikah. Ibu saya ini hobi sekali beresin dan bersih-bersih rumah. Beliau nggak suka rumah berantakan, kotor dan barang diletakan di tempat yang tak seharusnya. Interior rumah kami ini tak pernah sama setiap bulan, ibu selalu merombak tatanan barang di rumah. Bulan ini rak TV menghadap utara, mungkin bulan depan sudah menghadap selatan.

Saya sebagai anaknya dulu kadang suka stress, ya maklum dulu kan masih abege gitu dan dasarnya anak males. Punya ibu yang nggak suka rumah berantakan dan kotor, praktis saya sering dimarahi gara-gara saya suka asal-asalan gitu. Paling stress kalau hari libur, mood ibu "bongkar" tatanan rumah muncul, praktis kami anak-anaknya kudu bantuin sampai selesai dan kegiatan "bongkar" itu bikin capek sodara-sodara. Hari libur buat nonton kartun dan leyeh-leyeh sirna sudah T_T

Pernah suatu malam, ibu saya beres-beres dapur dan menyiapkan bahan masak buat besok. Saya bilang sama ibu saya,

Bu, kan bisa dikerjain besok aja. Udah malam juga.

Nggak bisa dek, kepikiran kalau belum dikerjain sekarang.

Dalam hati saya, ya ampun ibu lebay sekali ihh *sambil bantuin*

Pernah juga waktu ibu beresin rumah dan isi lemari, saya bilang,

Bu, nanti aja diberesinnya sekalian kan nanti berantakan lagi. Kan capek beresin ulang-ulang.

Ibu nggak betah lihatnya dek.

Dalam hati lagi, duh ibu saya ini deh.

=======

12 tahun kemudian dan ribuan kilometer jarak dari rumah, saya di kamar kost sedang beres-beres kamar dan menyiapkan bahan masakan buat besok pagi pukul 21.00 WITA. Udah malam,

kenapa nggak besok aja ?

Nggak bisa, nanti kepikiran kalau belum dikerjain.

Like mother, like daughter hehe

Sekarang saya bisa merasakan perasaan ibu saya, sebagai penanggungjawab rumah dan keperluan kami sehari-hari segala sesuatu harus berjalan baik, tidak boleh ada yang ditunda maupun dilewatkan. Kalau malam ibu belum siapkan bahan masakan, maka bisa jadi besok kami telat sarapan. Mungkin itulah yang buat ibu kepikiran kalau tidak dikerjakan malam itu juga :)

Setelah saya merantau jauh dari rumah dan tinggal sendiri, saya sebagai penanggungjawab rumah mini alias kamar kost, saya ini mirip sekali dengan ibu. Saya nggak betah kalau kamar berantakan dan kotor. Saya akan kepikiran kalau ada pekerjaan tidak dilakukan sekarang juga, seperti malam ini.

Saya berterima kasih dengan ibu menjadikan saya seperti ini. Love you, bu !

========

Ada hal yang bisa saya pahami di sini, bahwa beda masa itu beda pemahaman. Saya kecil mungkin tidak paham bagaimana perasaan dan ruang berpikir ibu saya, hingga sering komplain ke beliau. Hingga saya berada pada masa yang sama sebagai penanggungjawab rumah dan diri saya sendiri, baru saya menyadari, lebih dari sekedar paham.

Kepada adik-adik saya, kadang suka gemes karena mereka malas belajar. Dengan memarahi mereka, tak akan membuat mereka sadar bahwa belajar itu jauh menyenangkan dibanding stress beban pekerjaan karena mereka belum pada masanya bekerja seperti saya.

Mungkin di pekerjaan juga begitu, kadang kita sebal dengan atasan atau senior yang umurnya jauh di atas kita. Kita sebal dengan kebijakan, keputusan dan sikapnya atas suatu hal. Ingat, mungkin kita belum pada masa sebagai pimpinan dengan banyak tekanan atau masa umur lebih tua dengan banyak pengalaman.

Kalau kata Dee, Jembatan masa itu bernama kerendahan hati. 

Masa itu seperti pohon, saat kita menjadi akar tidak bisa merasakan bagaimana dahan diterpa angin dan saat menjadi dahan kita lupa rasanya menjadi akar.

Salam,
Tristy..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar